Ini adalah kisahku selama sekian hari berada di salah satu desa di pulau dengan jumlah penduduk terpadat di Indonesia. Desa yang aku katakan ini kalau dibilang sepi tidak pula sepi, dibilang tertinggal tidak juga, karena terdapat lebih dari 3 minimarket (al**mart dan in**maret). Lalu lintas kendaraan di jalan utama desa ini seperti tanpa henti. Siang malam kendaraan lalu lalang di jalan utama desa ini.
Sebagian besar penduduk desa ini bekerja di sektor informal, misal menjadi pedagang di pasar atau membuka usaha sendiri di rumah. Sementara mereka yang telah menyelesaikan pendidikan SLTA sebagian dari mereka akan mencari kerja di ibukota.
Perhatian penduduk desa ini seperti tidak terpengaruh oleh adanya pandemi Covid 19. Mereka tetap beraktifitas di tempat-tempat umum tanpa menerapkan protokol kesehatan. Aparat berwenang pun sepertinya tidak mempedulikan hal itu, padahal kasus positif covid varian omicron terus meningkat.
Jadi, siapa yang salah dalam hal ini. Tapi tulisan ini bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Melalui tulisan ini, penulis akan mengingatkan bahwa pandemi Covid 19 masih belum berakhir. Pandemi ini tidak akan berakhir jika abai.
Saya pernah mendengar seseorang mengatakan bahwa Covid itu hanya rekayasa, Covid itu tidak ada. Informasi itu dari siapa? Apakah dapat dipercaya kualitas keilmuannya?
Mari kita membuat perandaian yang hampir sama, yaitu tentang surga dan neraka. Apakah kita pernah melihatnya? Kenapa kita tetap menjalankan ibadah sholat jika tidak pernah tahu keberadaan surga dan neraka?
Jadi, marilah terapkan protokol kesehatan sehingga kita terhindar dari tertular virus Covid 19. Jangan malah sebaliknya tidak mau menerapkan protokol kesehatan, tetapi saat tertular virus Covid 19, malah teriak-teriak di-covid-kan.
Marilah kita terapkan protokol kesehatan dengan disiplin, untuk diri kita sendiri dan lingkungan kita, sehingga pandemi Covid 19 dapat segera diakhiri.