Aku mungkin adalah perwujudan sebenarnya dari Anak Indonesia karena Bapakku adalah orang Jawa (Kudus, Jawa Tengah) dan Ibuku adalah orang Kalimantan (Malinau, Kalimantan Utara). Jika aku lahir di masa ekarang tentu bukanlah hal yang luar biasa, tetapi jika kita dilahirkan 45 tahun lalu di lingkungan pedesaan di Jawa tentu berbeda. Di masa itu perkawinan campuran dari 2 pulau yang berbeda bukanlah hal biasa.
Alhamdulillah aku lahir di Jawa. Di suatu waktu, aku pernah diajak berlibur bersama Ibuku di tempat kelahirannya di Malinau. Aku memang tidak lama berada di Malinau, tetapi harus kuakui bahwa hal itu cukup menentukan jalan hidupku. Aku suatu ketika harus kembali ke Kalimantan untuk sedikit memberikan sumbangan atas pembangunan di Pulau ini.
Keinginanku untuk kembali ke Kalimantan tidaklah sekedar keinginan anak kecil yang bersifat sesaat. Beberapa kali aku sampaikan kepada Bapakku bahwa aku ingin ke Kalimantan, tetapi Bapak masih belum menyetujui. Bapak hanya berkata, “Sudah sekolah aja yang benar di Jawa, kalau dirasa bekalmu sudah cukup Bapak akan ijinkan”.
Alhamdulillah aku berkesempatan menempuh ilmu hingga jenjang perguruan tinggi di Jawa. Tahun 1998 sekitar setahun setelah wisuda S1 dari salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa Tengah aku berangkat ke Kalimantan dengan menggunakan kapal dari Surabaya. Ini pun pengalaman pertamaku menggunakan moda transportasi laut dan melakukan perjalanan beberapa hari serta menyinggahi beberapa kota pelabuhan.
Sekarang aku sudah lebih dari 20 tahun aku tinggal di Kalimantan, bahkan aku pun menikah juga dengan gadis Kalimantan yang berdarah campuran seperti diriku (Ibunya Jawa, Bapakku Banjar). Selama waktu itu banyak hal aku pelajari dan berusaha memahami. Kalimantan terutama Kalimantan wilayah utara cukup tertinggal jika dibandingkan Jawa. Di sektor pendidikan, anak sekolah masih cukup susah untuk mencari buku-buku bacaan. Perpustakaan memang ada, tetapi koleksinya tidak terlalu lengkap. Buku-buku untuk jenis ilmu tertentu pun sangat jarang, kalau pun ada di toko buku harganya bisa 3 kali lipat harga buku yang sama di Jawa.
Di jaman sekarang, kita khan dapat belajar secara online. Kita memang dapat belajar secara online, tetapi jaringan internet di tempat kami tidaklah seperti di Jawa. Di beberapa tempat, warga bahkan harus jalan ke puncak bukit dulu untuk mendapatkan sinyal. Di perkotaan sinyal telekomunikasi pun tidaklah mulus, kadang diperlukan kesabaran ekstra saat kita belajar online.
Akhirnya aku mengerti kenapa Bapakku dulu tidak langsung mengijinkan keinginanku untuk ke Kalimantan. Kalimantan tidaklah sama seperti di Jawa, dan tidak akan pernah dapat disamakan dengan Jawa. Kondisi Kalimantan yang seperti ini justru membuatku merasa salut dan memberikan penghargaan lebih kepada warga Kalimantan yang selalu berusaha berdamai dengan kondisi yang ada.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.